Dalam 12 tahun ke depan cadangan minyak Indonesia bakal ludes alias habis. Saat ini ternyata jumlah cadangan minyak tinggal 4 miliar barel. Apa penyebabnya?
Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) Gde Pradnyana mengatakan, cadangan minyak defisit karena lebih banyak yang disedot ketimbang penemuan cadangan baru.
"Di 2010, angka cadangan minyak kita itu 4,3 miliar barel dan kita sedot tiap tahun 330 juta barel (900 ribu-1 juta barel per hari). Maka di 2011 cadangan kita terbukti tinggal 4 miliar barel," ujar Gde kepada detikFinance, Sabtu (6/4/2012).
Sementara sepanjang 2011 kemarin, cadangan baru yang berhasil ditambah hanya 215 juta barel. Jadi lebih banyak yang disedot ketimbang yang ditemukan.
"Dari data tersebut tampak jumlah penemuan cadangan baru kita hanya sekitar dua pertiga dari jumlah pengurasan. Padahal idealnya rasio penemuan terhadap pengurasan atau dikenal dengan rate replenishment ratio (RRR) sebesar 1," jelas Gde.
Akibat kondisi ini, Gde mengatakan cadangan minyak Indonesia akan habis sekitar 12 tahun lagi.
"Namun untuk gas kondisinya berbeda. Dari volume cadangan terbukti awal 2011 sebesar 105 TSCF, sepanjang 2011 kita menemukan cadangan baru sebesar 2,9 TSCF sementara kita hanya menguras sebesar 3,1 TSCF jadi nilai RRR-nya masih bagus," tutup Gde.
Sebelumnya, Wakil Direktur Reform Miner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan karena cadangan minyak habis 12 tahun lagi maka Indonesia akan impor minyak 100%.
"Kalau dalam 12 tahun mendatang, akan ada 2 hal yang memberatkan kita. Pertama 100% impor, dan subsidi mahal karena makin bengkak. Kedua kita akan kehilangan potensi penerimaan Rp 200 triliun dari minyak. Ini bakal ditambal dari mana?" tegas Komaidi.
Dia mengatakan, jika terus memberikan subsidi BBM, maka nilai subsidi dalam 12 tahun lagi akan besar. Jumlah konsumsi BBM 12 tahun mendatang bisa naik 2 kali lipat menjadi 70-80 juta kiloliter (KL), dari jumlah saat ini sebesar 40 juta KL akibat ekonomi terus tumbuh dan penjualan otomotif makin meningkat.
"Kalau harga premium terus Rp 4.500 per liter maka hitungan subsidi BBM bisa Rp 360 triliun. Jadi lebih baik BBM dinaikkan dan dananya untuk mengembangkan energi alternatif sehingga kita hanya sedikit mengimpor BBM," jelas Komaidi.
Di sisi moneter, jika Indonesia mengimpor BBM 100%, maka devisa impor tinggi dan mengancam nilai tukar. "Belum lagi, karena 100% impor BBM maka kedaulatan energi dan daya saing produk kita terancam, Sebab, kalau harga BBM di luar naik, maka impor BBM naik dan daya saing produk turun," kata Komaidi.
Karena itu, kenaikan harga BBM subsidi saat ini jadi jalan mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah. DPR harus terbuka untuk berpikir jangka panjang soal roadmap energi nasional.