DPR membatalkan kenaikan harga BBM subsidi menjadi Rp 6.000 pada 1 April 2012. Batalnya kenaikan harga BBM subsidi membuat ekonomi Indonesia makin berisiko.
Demikian hasi kajian Bank Dunia soal ekonomi Indonesia yang dikutip detikFinance, Sabtu (7/4/2012).
"Di dalam negeri, apakah atau kapankah peningkatan harga BBM bersubsidi akan diberlakukan adalah bentuk ketidakpastian yang sedang berlangsung," jelas Bank Dunia.
"Relatif terhadap usulan pemerintah untuk peningkatan harga pada April 2012, keputusan DPR yang hanya memungkinkan peningkatan harga bila harga minyak tetap bertahan tinggi, menghilangkan atau menunda kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan efisiensi belanja serta menurunkan beban belanja. Hal ini juga menambah risiko fiskal serta memperumit proses penyesuaian harga BBM," demikian isi pernyataan Bank Dunia.
Menurut perkiraan Bank Dunia, kenaikan harga BBM subsidi baru akan terjadi triwulan III-2012. Tapi jika harga minyak dunia terus meningkat maka pemerintah akan menghadapi risko makin tekornya anggaran dan defisit APBN bakal naik.
"Harga minyak yang lebih tinggi berkonsekuensi terhadap membesarnya subsidi energi, transfer ke daerah, dan belanja pendidikan yang akan melampaui peningkatan dalam penerimaan pajak dan non-pajak migas. Analisis Bank Dunia menunjukkan jika rata-rata harga minyak mencapai US$ 120 di 2012 maka besar defisit, dengan absennya reformasi (kenaikan) harga BBM akan meningkat menjadi 3,1% dari PDB," tutur Bank Dunia.
Jika defisit naik, maka pemerintah harus menambah utang untuk menambal. Atau menghemat belanja-belanja untuk menambal kebutuhan subsidi BBM yang terus naik.
Penghematan ini akan mengganggu pembangunan yang sifatnya lebih produktif mendorong ekonomi terus tumbuh ketimbang dihabiskan untuk subsidi BBM.